Dalil PenyusunanKonsep dalam matematika akan lebih bermakna
jika siswa mempelajari melalui penyusunan representasi obyek yang
dimaksud dan dilakukan secara langsung. Dari beberapa pandangan tentang
dalil penyusunan Bruner, maka dapat disimpulkan bahwa siswa hendaknya
belajar melalui partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan
dan teori. Hal ini dapat diperoleh melalui pengalaman dan melakukan
eksperimen atau percobaan yang memungkinkan siswa untuk memahami konsep,
prinsip, aturan dan teori itu sendiri. Pada akhirnya Bruner menunjukkan
beberapa keutamaan tentang pengetahuan yang diperolah dengan cara
penemuan. Keutamaan pertama adalah pengetahuan bertahan lama dan lebih
mudah diingat bila dibandingkan dengan pengetahuan yang diperoleh dengan
cara lain. Selain itu, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer lebih
baik daripada hasil belajar lainnya. Secara menyeluruh, belajar
penemuan dapat meningkatkan penalaran dan kemampuan siswa untuk berpikir
secara bebas (Dahar, 1989).
Jumat, 23 Agustus 2013
Kamis, 22 Agustus 2013
teori belajar otak kanan & kiri
Seseorang yang ‘hebat’ secara akademis, pada umumnya sangat kuat
dalam logika, kata, daftar, angka, linieritas, analisis, dan sejenisnya.
Menurut Tony Buzan (Use Your Head: 1993): hasil aktivitas otak kiri
manusia.
Adapun otak kanan lebih berkaitan menangani irama, imajinasi, warna,
angan-angan, kesadaran ruang, gambaran menyeluruh dan dimensi.
Belakangan berkumandang anjuran, jangan hanya memanfaatkan otak kiri,
otak kanan juga dong.
Konon, para ilmuwan hebat memanfaatkan otak kiri. Para seniman kuat
di otak kanan. Mana tahu, Sampeyan hebat memanfaatkan otak kiri, canggih
membedayakan otak kiri. Piawai menghitung fulus fasih berimajinasi.
Mana tahu lho.
Setiap manusia memiliki kecenderungannya masing2 dalam penggunaan
otak kanan atau otak kiri, baik sadar ataupun dibawah sadarnya. Hal ini
bergantung pada banyak faktor yang mempengaruhinya sejak masih kecil
bahkan sejak dalam kandungan. Kecenderungan berpikir dengan otak kanan
ataupun kiri merupakan hasil dari suatu proses yang sangat panjang dan
yang tak boleh kita lupakan adalah kecenderungan ini adalah suatu berkah
ciptaan Allah, Sang Maha Pencipta.
Dikarenakan kedua kecenderungan berpikir ini, baik dengan otak kanan
maupun dengan otak kiri merupakan ciptaan Allah, maka ada baiknya kita
masing2 membuka diri untuk menyelami dan menghayati keperbedaan ini,
dengan sikap yang positif.
Untuk memahami fungsi otak kita, saya coba uraikan sebagai berikut:
Otak kanan — KREATIF — Bentuk, Intuisi, Lagu &musik, Warna warni, Simbol, Gambar, Imajinasi, Menghayal
Otak kanan — KREATIF — Bentuk, Intuisi, Lagu &musik, Warna warni, Simbol, Gambar, Imajinasi, Menghayal
Otak kiri – ANALITIK — Bahasa verbal, Matematika, Logika, Angka2, Urutan2, Penilaian, Analisis, Linier
Dari penjabaran diatas, kita dapat simpulkan betapa perbedaan
“bahasa” diantara kedua sisi otak kita adalah tidak sama. Seorang yang
memilih jurusan, profesi atau pekerjaan berdasarkan kemampuan otaknya
dalam mencerna “bahasa” pikiran, tentunya telah terbiasa menggunakan
bagian otaknya (kanan atau kiri) sehingga bagian tersebut lebih banyak
berperan dalam kehidupannya sehari-hari. Sehingga adalah kurang tepat,
bila serta merta seorang seniman musik dipaksakan bekerja untuk
menghitung angka2, rumus2 dan analisa. Demikian juga sebaliknya, adalah
kurang tepat bila serta merta seorang financial analisis dipaksakan
bekerja untuk hal2 yang bebahasa symbol, imajinasi dan gambar abstrak.
Selayaknya kita menganggap kecenderungan ini bukan sebagai suatu kelemahan, tapi justru menjadi suatu kelebihan pada tiap individu. Kelebihan yang bila diolah dengan baik akan menghasilkan KEKUATAN dalam diri individu itu sendiri. .
Selayaknya kita menganggap kecenderungan ini bukan sebagai suatu kelemahan, tapi justru menjadi suatu kelebihan pada tiap individu. Kelebihan yang bila diolah dengan baik akan menghasilkan KEKUATAN dalam diri individu itu sendiri. .
Bayangkan bila kedua kekuatan ini dapat digunakan secara adil,
seimbang dan harmonis dalam suatu frame kehidupan atau kemitraan, akan
menjadi suatu kekuatan yang luar biasa, karena tentunya bisa saling
mengisi dan saling melengkapi. Penyeimbangan antar kedua fungsi otak
kanan dan kiri inilah yang akan memberikan kontribusi pemikiran yang
lebih baik daripada pemikiran yang hanya condong pada satu sisi otak
saja. Namun sebagai individu yang berbeda, tentunya kendala2 pemahaman
“bahasa otak” akan sedikit mengalami adaptasi, dan hal ini dapat diatasi
bila kedua pihak saling bertoleransi dan berpikiran positif.
Berikut ini tip atau cara mengetahui apakah anda cenderung menggunakan otak kiri atau otak kanan.
Rentangkan dua tangan anda keatas seperti ini :
Kemudian lakukan suatu gerakan hingga kedua tangan seperti dibawah ini:
Coba anda perhatikan jempol tangan kiri dan tangan anda berada dimanakah?
Jika “jempol tangan kiri” anda berada paling atas (dipuncak) maka selamat anda telah bertipe “otak kanan”
Sebaliknya jika “jempol tangan kanan” anda berada diatas (dipuncak) maka maka selamat anda telah bertipe “otak kiri”
Selamat mencoba!!
NAHH KLU YANG INI
PERCOBAAN KONFLIK OTAK KIRI DAN OTAK KANAN
dengan TEST WARNA
Coba anda perhatikan tulisan-tulisan di atas yang menyatakan warna (Kuning, orange, biru, hitam, dan selanjutnya), kemudian sebutkanlah warnanya bukan menyebutkan tulisannya. Otak kanan anda berusaha menyebutkan warnanya, tetapi otak kiri anda tetap membaca tulisannya ! Coba anda praktekkan, pasti anda akan terganggu oleh konflik otak kiri dan otak kanan anda
sumber: milis
ps: (updated)
Berikut sifat-sifat orang yang dominan otak kiri dan kanan:
Dominan Otak Kiri |
Dominan Otak Kanan |
Menggunakan logika | Menggunakan perasaan |
Berorientasi detail | Berorientasi secara keseluruhan |
Melihat fakta | Melihat imajinasi |
Kata-kata dan bahasa | Simbol dan gambaran |
Hari ini dan masa lalu | Hari ini dan masa depan |
Matematika dan ilmu pengetahuan | Filosofi dan religi |
Mengetahui | Memahami |
Mengetahui | Mempercayai |
Mengakui | Mengapresiasi |
Mempersepsi urutan/pola | Mempersepsi secara spasial/ruang |
Mengetahi nama objek | Mengetahui kegunaan objek |
Berdasar pada realita | Berdasar pada fantasi |
Menyusun strategi | Berdasar pada apa yang terjadi |
Praktis | Terburu-buru/tidak sabar |
Bermain aman | Mengambil resiko |
Minggu, 18 Agustus 2013
makna signifikansi dari hipotesis penelitian
Dalam bahasa Inggris umum, kata, “significant” mempunyai makna penting;
sedang dalam pengertian statistik kata tersebut mempunyai makna “benar”
tidak didasarkan secara kebetulan. Nilai signifikansi dari suatu
hipotesis adalah nilai kebenaran dari hipotesis yang diterima atau
ditolak.
Hasil penelitian dapat benar tapi tidak penting. Signifikansi/probabilitas/α memberikan gambaran mengenai bagaimana hasil penelitian itu mempunyai kesempatan untuk benar. Jika kita memilih signifikansi sebesar 0,01, maka artinya kita menentukan hasil penelitian nanti mempunyai kesempatan untuk benar sebesar 99% dan untuk salah sebesar 1%.
Secara umum kita menggunakan angka signifikansi sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval) yang diinginkan oleh peneliti. Angka signifikansi sebesar 0,01 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan atau bahasa umumnya keinginan kita untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian kita adalah sebesar 99%. Jika angka signifikansi sebesar 0,05, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 95%. Jika angka signifikansi sebesar 0,1, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 90%.
Hasil penelitian dapat benar tapi tidak penting. Signifikansi/probabilitas/α memberikan gambaran mengenai bagaimana hasil penelitian itu mempunyai kesempatan untuk benar. Jika kita memilih signifikansi sebesar 0,01, maka artinya kita menentukan hasil penelitian nanti mempunyai kesempatan untuk benar sebesar 99% dan untuk salah sebesar 1%.
Secara umum kita menggunakan angka signifikansi sebesar 0,01; 0,05 dan 0,1. Pertimbangan penggunaan angka tersebut didasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence interval) yang diinginkan oleh peneliti. Angka signifikansi sebesar 0,01 mempunyai pengertian bahwa tingkat kepercayaan atau bahasa umumnya keinginan kita untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian kita adalah sebesar 99%. Jika angka signifikansi sebesar 0,05, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 95%. Jika angka signifikansi sebesar 0,1, maka tingkat kepercayaan adalah sebesar 90%.
one way-tailed and two ways-tailed
Kita sering mendengar istilah pengujian satu arah (one tailed) dan dua arah (two tailed).
Dalam pembahasannya sering kali terjadi kesalahpahaman antara satu
peneliti dengan peneliti yang lain, atau antara dosen dengan mahasiswa.
Dalam berbagai laporan penelitian juga sering didapati, bahwa
hipotesisnya satu arah, tetapi pengujiannya dua arah, atau sebaliknya.
Hal tersebut sebenarnya kurang tepat secara statistik (rasanya gak enak
kalau mau bilang salah) karena pengujian satu arah dan dua arah adalah
hal yang tidak identik dan mempunyai nilai batas yang berbeda.
Pengujian
dua arah adalah pengujian terhadap suatu hipotesis yang belum diketahui
arahnya. Misalnya ada hipotesis, ‘diduga ada pengaruh signifikan antara
variabel X terhadap Y’. Hipotesis tersebut harus diuji dengan pengujian
dua arah. Sedangkan hipotesis yang berbunyi, ‘diduga ada pengaruh
positif yang signifikan antara variabel X terhadap Y’. Nah, hipotesis
tersebut harus diuji dengan pengujian satu arah. Bedanya apa? Lihat saja
kedua hipotesis tersebut, ada kata positif dan tidak ada kata positif.
Jadi jika
kita sudah mengetahui arah dari hubungan antara dua variabel, maka kita
harus menggunakan pengujian satu arah. Coba perhatikan hipotesis ini,
‘diduga X berbeda dengan Y’. Nah pengujiannya apa? Ya jelas pengujian
hipotesis dua arah. Berbeda dengan ini, ‘diduga X lebih tinggi dari pada
Y’, di mana ini adalah pengujian hipotesis satu arah.
Perumusan
hipotesis, apakah menggunakan arah atau tidak dilakukan berdasarkan
telaah teoretis, atau merujuk kepada penelitian yang telah ada
sebelumnya (kalau ada). Misalnya, sudah ada referensi bahwa variabel X
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel Y, maka jika kita akan
melakukan replikasi terhadap penelitian tersebut, ya sebaiknya
menggunakan hipotesis satu arah. Artinya kita melangkah lebih lanjut
dari pada penelitian sebelumnya yang hanya mengetahui bahwa ada pengaruh
saja. Penelitian kita akan memberikan manfaat lebih lanjut, yaitu bahwa
pengaruh tersebut adalah positif atau negatif (jika memang ada teori
yang mendukung).
Jika kita
menggunakan analisis regresi linear, maka untuk pengujian dua arah, dan
menggunakan signifikansi sebesar 5%, maka signifikansi akan dilihat
dari nilai signifikansi output, di bawah 0,05 (hipotesis diterima) atau
di atas 0,05 (hipotesis ditolak). Kita tidak perlu melihat berapa nilai t
outputnya, apakah positif atau negatif. Akan tetapi, jika kita
menggunakan hipotesis satu arah, pada signifikansi 5%, maka nilai
signifikansi output harus dibagi dengan dua terlebih dahulu. Misalnya
output signifikansi adalah sebesar 0,096, maka hipotesis diterima,
karena 0,096 : 2 = 0,048 (< 0,05).
SIGNIFIKANSI HASIL PENELITIAN
Ada yang bertanya, apakah jika
penelitian dilakukan terhadap populasi (seluruh “anggota populasi” diteliti,
bukan studi sampling, penelitian terhadap sebagian anggota populasi) harus ada uji
signifikansi? Pertanyaan itu muncul karena umumnya dalam buku-buku
statistika dan metodologi penelitian uji signifikansi itu berkaitan dengan generalisasi
(pemberlakukan secara umum) hasil penelitian dari sampel ke populasinya. Dalam
kalimat lain disebut dari “statistik” (hasil penelitian terhadap sampel) ke
“paramater” (keadaan populasinya
STOP! Harus diulang dulu apa itu
populasi dan sampel. Jika yang akan diteliti 100 orang murid, maka keseluruhan
100 orang murid itu disebut populasi. Tiap-tiap murid merupakan subjek
penelitian dan disebut pula sebagai anggota populasi. Jadi, populasi
murid itu beranggotakan 100 orang. Jika keseratus orang itu semuanya
diteliti (jika diangketi, ya semuanya dikirimi angket), maka disebutlah
penelitiannya sebagai studi populasi. Jika yang akan diteliti
(diangketi) hanya sebagian saja dari 100 orang itu, maka yang diteliti atau
disebari angket itu disebut sampel. Penelitiannya disebut studi
sampling.
Hasil penelitian terhadap sampel
(misalnya dari 100 orang siswa yang diteliti 25 orang saja sebagai sampel)
disebut sebagai “statistik.” Keadaan sebenarnya populasinya disebut sebagai
“paramater.” “Statistik” (“data” dari sampel) itu kemudian digeneralisasikan
(diberlaku-umumkan) kepada populasinya. Jadi, jika misalnya data dari 25 orang
murid menunjukkan semuanya rajin, maka semua murid (100 orang itu) dianggap
rajin semua. Ingat ceritera mencicipi sayur sepanci. Sayur sepanci itu dicicipi
sesendok makan tak penuh. Sayur sesendok makan itu ternyata kurang asin. Lalu,
disimpulkan bahwa seluruh sayur sepanci itu kurang asin. Itu namanya
generalisasi. Sampel (25 orang murid, sayur sesendok makan) diteliti, datanya
(“statistik”) dari sampel (cicipan) tadi dipakai untuk “menaksir” keadaan
(parameter) populasinya. Contohnya: ditaksir 100 murid rajin semua, ditaksir
sayur sepanci kurang asin semua.
Kembali ke pertanyaan semula.
Pertanyaan itu sangat menarik dan menggelitik. Saya terpaksa harus buka-buka
“literatur,” mengecek apakah memang itu hanya berkait dengan sampel dan
populasinya, dalam hal ini berkait dengan menggeneralisasikan data dari sampel
(statistik) ke populasinya (paramater)? Nah, untuk menjawabnya, akan lebih baik
jika dibahas apa sih sebenarnya makna signifikansi itu.
Tunggu. Rasanya para pembaca perlu
ada apersepsi (pengetahuan awal) terlebih dahulu, perlu dibawa ke
dasar-dasarnya dulu. Nah, berikut dipaparkan dasar-dasar pengetahuan dimaksud.
Misalkan seseorang melakukan
penelitian korelasi (mengkorelasikan variabel independen X dengan variabel
dependen Y). Contohnya kerajinan kuliah dan prestasi belajarnya.
Penelitian (pengumpulan data) bersifat kuantitatif (mengukur, datanya berupa
bilangan), yaitu mengukur kerajinan kuliah (dicatat presensi kuliahnya,
misalnya) dan mengukur prestasi (hasil) belajar (dicatat nilai hasil ujiannya,
misalnya). Data hasil mengukur tersebut, yang berupa bilangan, dianalisis
dengan teknik analisis statistika. Salah satu yang harus “dilihat” dari hasil
analisis itu adalah apakah hasilnya signifikan pada taraf tertentu. Signifikan
itu arti mudahnya –nanti dijelaskan lebih panjang lebar–meyakinkan bahwa benar
atau tidak benar.
Taraf signifikansi (t.s.) itu lazim dinyatakan dengan tanda .05
(diindonesiakan jadi 0,05) atau .01 (diindonesiakan jadi 0,01). Taraf
signifikansi ini sering diubah menjadi taraf kepercayaan (t.p.),
dilambangkan dengan bilangan 95% atau 99%. Jadi, t.s. 0,05 = t.p. 95%,
sedangkan t.s. 0,01 = t.p. 95%. Maksudnya apa, nanti dijelaskan.
Dalam buku-buku statistika tersedia
daftar yang menunjukkan angka-angka (bilangan) tertentu pada taraf signifikansi
tertentu. Lazimnya berkaitan pula dengan jumlah sampelnya ada berapa banyak.
Angka-angka itu merupakan standar (patokan) untuk menentukan apakah hasil
penelitian (data penelitian) signifikan atau tidak. Angka itu menunjukkan angka
minimal yang harus dicapai oleh data dari penelitian agar disebut berkorelasi
secara signifikan (meyakinkan). Dalam contoh korelasi di atas, korelasi
antara kerajinan kuliah dan prestasi belajar itu, signifikan (benar-benar
meyakinkan bahwa benar) ataukah tidak.
Jika angka (hasil analisis komputer)
yang didapat dari analisis statistik itu lebih besar dari angka standar pada
taraf signifikansi .05 atau .01 (misalnya standarnya 1,5 sedangkan bilangan
yang diperoleh dari analisis 1,9; jadi 1,9 > 1,5), maka dikatakanlah bahwa
ada korelasi yang signifikan. Sebelum penjelasan lebih lanjut, dalam
bahasa keseharian istilah itu dapat kita beri makna korelasi yang meyakinkan,
tegasnya yakin benar-benar berkorelasi (berhubungan: bahwa X
“mempengaruhi” Y–Perhatikan: istilah “mempengaruhi” dalam tanda petik).
Keyakinan yang sepenuh-penuhnya
dalam bahasa keseharian lazim dibahasakan dengan “yakin 100%.” Jadi, kalau
yakin 99% ya sudah sangat dekat dengan 100%, begitu pula 95%. Tapi kalau “50%
yakin,” itu artinya masih ragu-ragu, antara yakin dan tidak yakin. Jika hanya
25% saja yakinnya, ya jadinya tidak yakin, gitu.
Nah, apa itu maksudnya? Mari kita
bahas dengan meminjam uraian Creative Reserch Systems (CRS)–online.
Istilah signifikan (significant)
itu dalam bahasa Inggris umum (sehari-hari) artinya penting. Dalam
statistika, signifikan itu artinya berkemungkinan atau berpeluang
betul-betul benar, bukan benar karena secara kebetulan). Bahasa Inggerisnya
“probably true (not due to chance).”
Apa pula itu? Begini. Ambil contoh
murid-murid yang mengerjakan ujian cekpoin. Si Anu bisa menjawab benar seluruh
soal. Si B bisa menjawab benar seluruh soal juga. Demikian pula Si C dan Si D.
Pertanyaannya, apakah “kebenaran” menjawab soal (bisa menjawab soal dengan
benar) itu karena benar-benar tahu jawaban yang benar, ataukah hanya secara
kebetulan menjawab (memilih dari pilihan ganda) jawaban yang benar? Itu
kira-kira yang dimaksud “berkemungkinan benar” (benar-benar menjawab dengan
benar–karena tahu jawaban yang benar) dan secara kebetulan benar (kebetulan
menjawab atau memilih jawaban yang benar, padahal sejatinya tidak tahu mana
jawaban yang benar dan mana yang salah). Soal cek poin kan bisa seperti itu!
Dalam penelitian pun, jawaban
responden (yang ditanyai) itu bisa benar-benar (sungguh-sungguh) menjawab itu,
bisa hanya kebetulan. Jelasnya asal menjawab, tetapi kebetulan pilihan jawaban
yang “dihitami” dalam lembar jawaban justru yang benar.
Taraf signifikansi (significance
levels) itu, menurut CRS, menunjukkan kepada kita seberapa mungkin
itu terjadi karena kebetulan saja. Jelasnya begini. Bilangan yang
ditunjukkan untuk taraf signifikansi itu 0,05 atau 0,01. Itu artinya ada
kemungkinan sebanyak 0,05 = 5% (atau 0,01 = 1%) responden (yang ditanyai dalam)
penelitian secara kebetulan menjawab benar, begitu. Jadi, jika ada 100 orang
responden, ada 5 orang (atau 1 orang) yang menjawab benar, tapi hanya secara
kebetulan menjawab benar.
Taraf kepercayaan yang umum
digunakan dalam penelitian, seperti telah disinggung di muka, yang menunjukkan
hasil penelitian itu seberapa dapat dipercaya kebenarannya adalah .95
(indonesianya 0,95). Itu artinya bahwa hasil penelitian itu kebenarannya 95%
bisa diyakini (yakin 95%; dekat dengan bisa dipercaya 100%).
Dalam penulisan komputasi
statistika sebenarnya tidak ada penulisan taraf kepecayaan itu dengan
angka .95 (atau 0,95)–Saya tuliskan dalam tanda kurung plus tulisan “atau,”
sebab jika langsung dituliskan .95 (0,95) siapa tahu nanti ada yang membacanya
menjadi .95 kali 0,95 (Hehehe)–Yang akan tertuliskan adalah bilangan .05
(atau 0,05). Bilangan tersebut, seperti telah disinggung di atas,
mengandung arti bahwa dalam hasil penelitian itu terkandung kemungkinan ada
5%-nya yang tidak betul-betul benar, yaitu yang hanya karena kebetulan saja
benar. Ini sebenarnya “pembalikan” dari kemungkinan benarnya 95%.
Jelasnya: kemungkinan yang benar 95%, kemungkinan yang tidak benar 5%–dari 100%
jawaban responden.
Untuk mendapatkan persentase
kemungkinan hasil penelitian benar, kurangkan bilangan 1,0 dengan bilangan
“taraf signifikansi” tersebut. Jadi, bilangan 0,05 (atau .05) akan menjadi 1,0
– 0,05 = 0,95. Jika membacanya dengan cara lain, bukan dengan “nol koma …”,
maka akan berbunyi: satu (100 per 100 –> 100 dibagi 100 kan sama
dengan 1) dikurangi 5 per seratus (100/100 – 5/100) = 95 per seratus (95/100),
alias 95 per sen (sen = seratus). Maksudnya 95% hasil penelitian itu dapat
diyakini benarnya.
Ini contoh hasil penelitian (dari
CRS) yang mencoba mengetahui apakah ada perbedaan pembelian BBM jenis X
menurut kota dan jenis kendaraan bermotor. Analisis menggunakan teknik chi
square (baca “kay skwer” alias kay kuadrat).
Di bagian bawah, sejajar tulisan
“Chi Square” ada bilangan 0.07 (indonesianya 0,07) dan 24.4 (indonesianya
24,4). Itu adalah bilangan hasil analisis statistika yang menunjukkan kay
skwernya.
Di bawahnya ada bilangan .795 dan
.001. Itu bilangan taraf signifikansinya. Maksudnya bilangan sebesar 0,07 itu
hanya “signifikan” pada taraf signifikansi 0,795, dan bilangan 24,4 signifikan
pada taraf signifikansi 0,001.
Lebih jelasnya, bilangan 0,07
sebagai hasil analisis data penelitian tentang perbedaan pembeli BBM X antara
penduduk kota dan pinggiran kota itu kebenarannya (bahwa benar-benar ada
perbedaan), yang ditunjukkan pada taraf 0,795 ( = 795/10 = 79,5/100 =
79,5%), itu mengandung arti bahwa hanya bisa diyakini sebesar 100% –
79,5% = 20,5% saja. Jadi, jauh sekali dari yakin 100% benar ada perbedaan.
Bilangan 24,4 hasil analisis tentang
adanya perbedaan pembeli BBM X antar pemilik berbagai kendaraan (beda mobil,
beda beli) berada pada taraf signifikansi .001 (atau 0,001). Itu berarti
berada pada taraf kepercayaan 1,000 – 0,001 (= 1000/1000 – 1/1000 = 100/100 –
1/100 = 100% – 0,1%) = 99,9%. Artinya, yakin 99,9% bahwa ada perbedaan
pembelian BBM X di antara pemilik berbagai mobil.
Nah, jadi jelaslah bahwa taraf
signifikansi itu berkaitan dengan taraf “kemeyakinkanan” adanya korelasi (jika
penelitian korelasi–misalnya antara kerajinan kuliah dan prestasi belajar) atau
adanya perbedaan (jika perbandingan–misalnya perbandingan efektivitas teknik A
berbanding teknik B, atau perbandingan “kesukaan membeli sesuatu” antara orang
desa berbanding orang kota).
Tradisional (manual) uji
signifikansi itu dilakukan dengan cara membandingkan bilangan yang diperoleh
dari analisis data hasil penelitian (misal 0,07) dengan bilangan standar pada
taraf signifikansi tertentu (misal pada taraf signifikansi 0,05 bilangannya
12,08). Bilangan 0,07 lebih kecil daripada 12,08 (lazim dituliskan 0,07 <
12,08). Itu maknanya korelasi (jika korelasi) antara X dan Y tidak signifikan
(tidak meyakinkan), alias tidak ada korelasi.
Tampak dengan demikian bahwa uji
signifikansi itu yang pokok bukan soal generalisasi hasil penelitian yang
dilakukan terhadap sampel kepada populasinya, melainkan soal “kemeyakinkanan
kebenaran” hasil penelitian (yakin ada korelasi atau tidak, yakin ada perbedaan
atau tidak).
Selain taraf signifikansi .05 (atau
0,05), seperti telah disebutkan di muka, lazim pula digunakan taraf
signifikansi .01 (atau 0,01). Akan tetapi dalam penelitian sosial yang
disepakati (ingat, hanya berupa kesepakatan para ahli–di buku-buku statistik lazim
diutarakan begitu) taraf signifikansi adalah taraf .05 (atau 0,05), alias taraf
kepercayaannya 95% (yakin 95% benar; yang 5% diasumsikan secara kebetulan saja
benar).
Langganan:
Postingan (Atom)