Ada yang bertanya, apakah jika
penelitian dilakukan terhadap populasi (seluruh “anggota populasi” diteliti,
bukan studi sampling, penelitian terhadap sebagian anggota populasi) harus ada uji
signifikansi? Pertanyaan itu muncul karena umumnya dalam buku-buku
statistika dan metodologi penelitian uji signifikansi itu berkaitan dengan generalisasi
(pemberlakukan secara umum) hasil penelitian dari sampel ke populasinya. Dalam
kalimat lain disebut dari “statistik” (hasil penelitian terhadap sampel) ke
“paramater” (keadaan populasinya
STOP! Harus diulang dulu apa itu
populasi dan sampel. Jika yang akan diteliti 100 orang murid, maka keseluruhan
100 orang murid itu disebut populasi. Tiap-tiap murid merupakan subjek
penelitian dan disebut pula sebagai anggota populasi. Jadi, populasi
murid itu beranggotakan 100 orang. Jika keseratus orang itu semuanya
diteliti (jika diangketi, ya semuanya dikirimi angket), maka disebutlah
penelitiannya sebagai studi populasi. Jika yang akan diteliti
(diangketi) hanya sebagian saja dari 100 orang itu, maka yang diteliti atau
disebari angket itu disebut sampel. Penelitiannya disebut studi
sampling.
Hasil penelitian terhadap sampel
(misalnya dari 100 orang siswa yang diteliti 25 orang saja sebagai sampel)
disebut sebagai “statistik.” Keadaan sebenarnya populasinya disebut sebagai
“paramater.” “Statistik” (“data” dari sampel) itu kemudian digeneralisasikan
(diberlaku-umumkan) kepada populasinya. Jadi, jika misalnya data dari 25 orang
murid menunjukkan semuanya rajin, maka semua murid (100 orang itu) dianggap
rajin semua. Ingat ceritera mencicipi sayur sepanci. Sayur sepanci itu dicicipi
sesendok makan tak penuh. Sayur sesendok makan itu ternyata kurang asin. Lalu,
disimpulkan bahwa seluruh sayur sepanci itu kurang asin. Itu namanya
generalisasi. Sampel (25 orang murid, sayur sesendok makan) diteliti, datanya
(“statistik”) dari sampel (cicipan) tadi dipakai untuk “menaksir” keadaan
(parameter) populasinya. Contohnya: ditaksir 100 murid rajin semua, ditaksir
sayur sepanci kurang asin semua.
Kembali ke pertanyaan semula.
Pertanyaan itu sangat menarik dan menggelitik. Saya terpaksa harus buka-buka
“literatur,” mengecek apakah memang itu hanya berkait dengan sampel dan
populasinya, dalam hal ini berkait dengan menggeneralisasikan data dari sampel
(statistik) ke populasinya (paramater)? Nah, untuk menjawabnya, akan lebih baik
jika dibahas apa sih sebenarnya makna signifikansi itu.
Tunggu. Rasanya para pembaca perlu
ada apersepsi (pengetahuan awal) terlebih dahulu, perlu dibawa ke
dasar-dasarnya dulu. Nah, berikut dipaparkan dasar-dasar pengetahuan dimaksud.
Misalkan seseorang melakukan
penelitian korelasi (mengkorelasikan variabel independen X dengan variabel
dependen Y). Contohnya kerajinan kuliah dan prestasi belajarnya.
Penelitian (pengumpulan data) bersifat kuantitatif (mengukur, datanya berupa
bilangan), yaitu mengukur kerajinan kuliah (dicatat presensi kuliahnya,
misalnya) dan mengukur prestasi (hasil) belajar (dicatat nilai hasil ujiannya,
misalnya). Data hasil mengukur tersebut, yang berupa bilangan, dianalisis
dengan teknik analisis statistika. Salah satu yang harus “dilihat” dari hasil
analisis itu adalah apakah hasilnya signifikan pada taraf tertentu. Signifikan
itu arti mudahnya –nanti dijelaskan lebih panjang lebar–meyakinkan bahwa benar
atau tidak benar.
Taraf signifikansi (t.s.) itu lazim dinyatakan dengan tanda .05
(diindonesiakan jadi 0,05) atau .01 (diindonesiakan jadi 0,01). Taraf
signifikansi ini sering diubah menjadi taraf kepercayaan (t.p.),
dilambangkan dengan bilangan 95% atau 99%. Jadi, t.s. 0,05 = t.p. 95%,
sedangkan t.s. 0,01 = t.p. 95%. Maksudnya apa, nanti dijelaskan.
Dalam buku-buku statistika tersedia
daftar yang menunjukkan angka-angka (bilangan) tertentu pada taraf signifikansi
tertentu. Lazimnya berkaitan pula dengan jumlah sampelnya ada berapa banyak.
Angka-angka itu merupakan standar (patokan) untuk menentukan apakah hasil
penelitian (data penelitian) signifikan atau tidak. Angka itu menunjukkan angka
minimal yang harus dicapai oleh data dari penelitian agar disebut berkorelasi
secara signifikan (meyakinkan). Dalam contoh korelasi di atas, korelasi
antara kerajinan kuliah dan prestasi belajar itu, signifikan (benar-benar
meyakinkan bahwa benar) ataukah tidak.
Jika angka (hasil analisis komputer)
yang didapat dari analisis statistik itu lebih besar dari angka standar pada
taraf signifikansi .05 atau .01 (misalnya standarnya 1,5 sedangkan bilangan
yang diperoleh dari analisis 1,9; jadi 1,9 > 1,5), maka dikatakanlah bahwa
ada korelasi yang signifikan. Sebelum penjelasan lebih lanjut, dalam
bahasa keseharian istilah itu dapat kita beri makna korelasi yang meyakinkan,
tegasnya yakin benar-benar berkorelasi (berhubungan: bahwa X
“mempengaruhi” Y–Perhatikan: istilah “mempengaruhi” dalam tanda petik).
Keyakinan yang sepenuh-penuhnya
dalam bahasa keseharian lazim dibahasakan dengan “yakin 100%.” Jadi, kalau
yakin 99% ya sudah sangat dekat dengan 100%, begitu pula 95%. Tapi kalau “50%
yakin,” itu artinya masih ragu-ragu, antara yakin dan tidak yakin. Jika hanya
25% saja yakinnya, ya jadinya tidak yakin, gitu.
Nah, apa itu maksudnya? Mari kita
bahas dengan meminjam uraian Creative Reserch Systems (CRS)–online.
Istilah signifikan (significant)
itu dalam bahasa Inggris umum (sehari-hari) artinya penting. Dalam
statistika, signifikan itu artinya berkemungkinan atau berpeluang
betul-betul benar, bukan benar karena secara kebetulan). Bahasa Inggerisnya
“probably true (not due to chance).”
Apa pula itu? Begini. Ambil contoh
murid-murid yang mengerjakan ujian cekpoin. Si Anu bisa menjawab benar seluruh
soal. Si B bisa menjawab benar seluruh soal juga. Demikian pula Si C dan Si D.
Pertanyaannya, apakah “kebenaran” menjawab soal (bisa menjawab soal dengan
benar) itu karena benar-benar tahu jawaban yang benar, ataukah hanya secara
kebetulan menjawab (memilih dari pilihan ganda) jawaban yang benar? Itu
kira-kira yang dimaksud “berkemungkinan benar” (benar-benar menjawab dengan
benar–karena tahu jawaban yang benar) dan secara kebetulan benar (kebetulan
menjawab atau memilih jawaban yang benar, padahal sejatinya tidak tahu mana
jawaban yang benar dan mana yang salah). Soal cek poin kan bisa seperti itu!
Dalam penelitian pun, jawaban
responden (yang ditanyai) itu bisa benar-benar (sungguh-sungguh) menjawab itu,
bisa hanya kebetulan. Jelasnya asal menjawab, tetapi kebetulan pilihan jawaban
yang “dihitami” dalam lembar jawaban justru yang benar.
Taraf signifikansi (significance
levels) itu, menurut CRS, menunjukkan kepada kita seberapa mungkin
itu terjadi karena kebetulan saja. Jelasnya begini. Bilangan yang
ditunjukkan untuk taraf signifikansi itu 0,05 atau 0,01. Itu artinya ada
kemungkinan sebanyak 0,05 = 5% (atau 0,01 = 1%) responden (yang ditanyai dalam)
penelitian secara kebetulan menjawab benar, begitu. Jadi, jika ada 100 orang
responden, ada 5 orang (atau 1 orang) yang menjawab benar, tapi hanya secara
kebetulan menjawab benar.
Taraf kepercayaan yang umum
digunakan dalam penelitian, seperti telah disinggung di muka, yang menunjukkan
hasil penelitian itu seberapa dapat dipercaya kebenarannya adalah .95
(indonesianya 0,95). Itu artinya bahwa hasil penelitian itu kebenarannya 95%
bisa diyakini (yakin 95%; dekat dengan bisa dipercaya 100%).
Dalam penulisan komputasi
statistika sebenarnya tidak ada penulisan taraf kepecayaan itu dengan
angka .95 (atau 0,95)–Saya tuliskan dalam tanda kurung plus tulisan “atau,”
sebab jika langsung dituliskan .95 (0,95) siapa tahu nanti ada yang membacanya
menjadi .95 kali 0,95 (Hehehe)–Yang akan tertuliskan adalah bilangan .05
(atau 0,05). Bilangan tersebut, seperti telah disinggung di atas,
mengandung arti bahwa dalam hasil penelitian itu terkandung kemungkinan ada
5%-nya yang tidak betul-betul benar, yaitu yang hanya karena kebetulan saja
benar. Ini sebenarnya “pembalikan” dari kemungkinan benarnya 95%.
Jelasnya: kemungkinan yang benar 95%, kemungkinan yang tidak benar 5%–dari 100%
jawaban responden.
Untuk mendapatkan persentase
kemungkinan hasil penelitian benar, kurangkan bilangan 1,0 dengan bilangan
“taraf signifikansi” tersebut. Jadi, bilangan 0,05 (atau .05) akan menjadi 1,0
– 0,05 = 0,95. Jika membacanya dengan cara lain, bukan dengan “nol koma …”,
maka akan berbunyi: satu (100 per 100 –> 100 dibagi 100 kan sama
dengan 1) dikurangi 5 per seratus (100/100 – 5/100) = 95 per seratus (95/100),
alias 95 per sen (sen = seratus). Maksudnya 95% hasil penelitian itu dapat
diyakini benarnya.
Ini contoh hasil penelitian (dari
CRS) yang mencoba mengetahui apakah ada perbedaan pembelian BBM jenis X
menurut kota dan jenis kendaraan bermotor. Analisis menggunakan teknik chi
square (baca “kay skwer” alias kay kuadrat).
Di bagian bawah, sejajar tulisan
“Chi Square” ada bilangan 0.07 (indonesianya 0,07) dan 24.4 (indonesianya
24,4). Itu adalah bilangan hasil analisis statistika yang menunjukkan kay
skwernya.
Di bawahnya ada bilangan .795 dan
.001. Itu bilangan taraf signifikansinya. Maksudnya bilangan sebesar 0,07 itu
hanya “signifikan” pada taraf signifikansi 0,795, dan bilangan 24,4 signifikan
pada taraf signifikansi 0,001.
Lebih jelasnya, bilangan 0,07
sebagai hasil analisis data penelitian tentang perbedaan pembeli BBM X antara
penduduk kota dan pinggiran kota itu kebenarannya (bahwa benar-benar ada
perbedaan), yang ditunjukkan pada taraf 0,795 ( = 795/10 = 79,5/100 =
79,5%), itu mengandung arti bahwa hanya bisa diyakini sebesar 100% –
79,5% = 20,5% saja. Jadi, jauh sekali dari yakin 100% benar ada perbedaan.
Bilangan 24,4 hasil analisis tentang
adanya perbedaan pembeli BBM X antar pemilik berbagai kendaraan (beda mobil,
beda beli) berada pada taraf signifikansi .001 (atau 0,001). Itu berarti
berada pada taraf kepercayaan 1,000 – 0,001 (= 1000/1000 – 1/1000 = 100/100 –
1/100 = 100% – 0,1%) = 99,9%. Artinya, yakin 99,9% bahwa ada perbedaan
pembelian BBM X di antara pemilik berbagai mobil.
Nah, jadi jelaslah bahwa taraf
signifikansi itu berkaitan dengan taraf “kemeyakinkanan” adanya korelasi (jika
penelitian korelasi–misalnya antara kerajinan kuliah dan prestasi belajar) atau
adanya perbedaan (jika perbandingan–misalnya perbandingan efektivitas teknik A
berbanding teknik B, atau perbandingan “kesukaan membeli sesuatu” antara orang
desa berbanding orang kota).
Tradisional (manual) uji
signifikansi itu dilakukan dengan cara membandingkan bilangan yang diperoleh
dari analisis data hasil penelitian (misal 0,07) dengan bilangan standar pada
taraf signifikansi tertentu (misal pada taraf signifikansi 0,05 bilangannya
12,08). Bilangan 0,07 lebih kecil daripada 12,08 (lazim dituliskan 0,07 <
12,08). Itu maknanya korelasi (jika korelasi) antara X dan Y tidak signifikan
(tidak meyakinkan), alias tidak ada korelasi.
Tampak dengan demikian bahwa uji
signifikansi itu yang pokok bukan soal generalisasi hasil penelitian yang
dilakukan terhadap sampel kepada populasinya, melainkan soal “kemeyakinkanan
kebenaran” hasil penelitian (yakin ada korelasi atau tidak, yakin ada perbedaan
atau tidak).
Selain taraf signifikansi .05 (atau
0,05), seperti telah disebutkan di muka, lazim pula digunakan taraf
signifikansi .01 (atau 0,01). Akan tetapi dalam penelitian sosial yang
disepakati (ingat, hanya berupa kesepakatan para ahli–di buku-buku statistik lazim
diutarakan begitu) taraf signifikansi adalah taraf .05 (atau 0,05), alias taraf
kepercayaannya 95% (yakin 95% benar; yang 5% diasumsikan secara kebetulan saja
benar).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar